Tugas : Sistem Informasi Managemen.
Udit Sutri / 11108985.
Udit Sutri / 11108985.
Manajemen konflik dalam organisasi.
Konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan diantara dua pihak atau lebih.di mana masing-masing mempersepsikan adanya interferensi dari pihak lain,yang diangap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran.konflik hanya terjadi bila semua pihak yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan para pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik.Robbins, salah seorang dari meeka merumuskan konflik sebagai : “sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja di lakukan oleh seseorang untik menghalangi usaha yang di lakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan ( blocking ) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mencapai tujuan yang diinginkan atau merealisasikan minatnya “. Dengan demikian yang dimaksud dengan konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Cristina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “ sebuah proses mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan,atau harapan-harapan yang tidak terealisasikan “.kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.konflik dapat diartikan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok organissi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pangdangan mereka lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai “ada” oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah “persepsi” dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut emang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dapat dibayangkan ada yang dipandang sebagai sebuah persepsi ternyata tidak real.Sebaliknya dapat terjadi situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai “bernuansa konflik” teryata tidak dianggap sebagai konflik.selanjutnya, setiap kita dalam membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi” (lawan), “kelangkaan”, dan “blockade”.
Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development.
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin. TINGKAT KONFLIK (LEVELS OF CONFLICT)
Konflik yang timbul dalam suatu lingkungan pekerjaan dapat dibagi dalam
empat tingkatan:
Konflik dalam diri individu itu sendiri
Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika terjadi kasus overload jitu dimana ia dibebani dengan tanggung jawab pekerjaan yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi ketika dihadapkan kepada suatu titik dimana ia harus membuat keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik. Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat episode konflik, dikutip dari tulisan Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku Psychology for Management:
1. Appriach-approach conflict, yaitu situasi dimana seseorang harus memilih salah satu di antara
beberapa alternatif yang sarna baiknya.
2. Avoidance-avoidance conflict, yaitu keadaan dimana seseorang terpaksa memilih salah satu dibeberapa alternatif yang sarna baiknya.
antara beberapa alternatif tujuan yang sama buruknya.
3. Approach-avoidance conflict, merupakan suatu situasi dimana seseorang terdorong oleh
keinginan yang kuat untuk mencapai satu tujuan, tetapi di sisi lain secara simultan selalu
terhalang dari tujuan tersebut oleh aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak bisa lepas
dari proses pencapaian tujuan itu sendiri.
4. Multiple aproach-avoidance conflict, yaitu suatu situasi dimana seseorang terpaksa
dihadapkan pada kasus kombinasi ganda dari approach-avoidance conflict.
Konflik interpersonal, yang merupakan konflik antara satu individual dengan individual yang lain.Konflik interpersonal dapat berbentuk substantive maupun emotional, bahkan merupakan kasus utama dari konflik yang dihadapi oleh para manajer dalam hal hubungan interpersonal sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri
Konflik intergrup
Konflik intergrup merupakan hal yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini meyebabkan sulitnya koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas dan pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan integrup harus di-manage sebaik mungkin untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua konsekuensidisfungsional dari setiap konflik yang mungkin timbul.
Konflik interorganisasi
Konflik ini sering dikaitkan dengan persaingan yang timbul di antara perusahaan-perusahaan swasta. Konflik interorganisasi sebenarnya berkaitan dengan isu yang lebih besar lagi, contohnya persetisihan antara serikat buruh dengan perusahaan. Dalam setiap kasus, potensi terjadinya konflik melibatkan individual yang mewakili organisasi secara keseluruhan, bukan hanya subunit internal atau group.
Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
- Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
- Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
- Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
- Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
- Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
- Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.
Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi. Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”. Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya ?
“Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas konflik dari segi human relations and interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah hal yang alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal experience) Karena itu bisa dihindari maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi.Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :
- mengarah ke inovasi dan perubahan- memberi tenaga kepada orang bertindak
- menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
- merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktorekstern. Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :
1. Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2. Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
3. Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
4. Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah. Sedangkan faktor ekstern meliputi :
1. Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain Semakin tergantung satu pihak
dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4. Pola interaksi dengan pihak lain Pola yang bebas memudahkan pemamparan
dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan
kesulitan penyesuaian diri.
KONFLIK SEBAGAI SUATU PROSES
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflikmemiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lainsebagai berikut :
1. Antecedent Conditions or latent Conflict
Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik.Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi.
2. Perceived Conflict
Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut.
3. Felt Conflict
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
4. Manifest Conflit
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
5. Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua beJah pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain.
6. Conflict Alternatif
Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimasik konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh akibat terjadinya konflik.
PENYEBAB TERJADINYA Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
3. Interdependensi tugas.Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi.Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
7. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen
Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
• Menghambat komunikasi.
• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
• Mengganggu kerjasama atau “team work”.
• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
• Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
• Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
Akibat Positif dari konflik:
• Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
• Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
• Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
• Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
• Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri
sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk
menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya
digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting
untuk dilakuka sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita
dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi sumber konflikSeperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik
sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah
kepada sebab konflik.
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan
memilih yang tepat. Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat
kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflikTindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. AkomodasiYaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Kompromiindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
e. BerkolaborasiMenciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Cara atau Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.
Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam Mengatasi Konflik:1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.